Hidup ini adalah aktifitas jual beli dalam artian yang sangat luas. Bukan dalam artian bisnis, perdagangan atau perniagaan. Bukan itu. Tuhan pun konon, sedang melakukan aktifitas jual-beli. Dalam kegiatan jual-beli ini, ada “barang” sebagai produk yang di “jual”. Apapun yang ingin kamu sampaikan pada pihak lain agar diterima olehnya, itu disebut sebagai produk. Jika kamu ingin menyampaikan soal keyakinan, maka agama dan ketuhanan adalah produkmu. Jika barang-barang tertentu yang ingin kamu tawarkan, maka barang itulah produkmu.
Ada dua tipe orang dalam peristiwa yang disebut sebagai proses jual beli ini. Satu orang yang menjual produknya, berorientasi pada siapa. Sedangkan yang satu berorientasi pada “apa”. Mereka yang hebat dalam penjualan, selalu berorientasi pada kesiapaan dirinya. Bukan keapaan produk yang dijualnya. Baik itu dalam hal jual-beli di bidang politik, sosial, perdagangan, pendidikan bahkan keagamaan. Sebaik apapun produk yang kamu jual, namun jika nilai baik produk itu tidak teraksentuasi dari dalam dirimu. Maka produk itu takkan ada nilainya. Gandhi dan Teresa tidak menjual barang yang merknya “kasih sayang”. Mereka tidak menjual apa itu kasih sayang, tapi mereka memperkenalkan wujud kasih sayang berupa diri mereka. Mereka tidak menjual “apa” tapi mereka memproyeksikan “siapa” mereka.
Sukarno tidak menjual tentang apa itu keberanian, apa itu kesantunan politik, apa itu persatuan. Tapi dia tampil sebagai sosok siapa dirinya, dia lebih memproyeksikan dirinya yang berani, dirinya yang santun, dirinya yang selalu membangun sebab-sebab persatuan.
Sebenarnya kamu tidak perlu meyakin-yakinkan siapapun tentang Tuhanmu, proyeksikan saja ketuhanan dalam dirimu dan kamu tidak perlu berbusa-busa mulutmu meyakinkan bahwa kamu akan membangun bangsa dan negeri ini. Jika kamu terpilih, lakukan saja oleh dirimu dan nantipun orang-orang tahu siapa sejatinya dirimu. Orang-orang membutuhkan dirimu bukan janji-janjimu. Orang-orang butuhkan persatuanmu, bukan cerita-cerita persatuan. Orang-orang butuh keadilanmu, bukan cerita-cerita tentang keadilanmu. Orang-orang butuh kesiapaanmu, bukan apa-apa yang kamu ceritakan.
Orang-orang ingin melihat kehebatan Tuhan dan kedahsyatan kasih saying-Nya dari dalam dirimu, bukan dari cerita-cerita kosongmu yang tak terbukti. Orang-orang ingin menyaksikan kebenaran agamamu berupa sikap benarmu, pikiran benarmu, tindakan benarmu, kebiasaan benarmu. Bukan cerita-cerita tentang apa itu kebenaran yang tak terlihat sedikitpun terpancar dari dalam dirimu.
Orang-orang hebat, fokus dan sibuk membentuk kualitas kesiapaan diri mereka daripada keapaan sesuatu yang diperkenalkannya pada siapapun. Dengan kualitas-kualitas itu, mereka menjalani hidup lebih survive, lebih tangguh, lebih wise, lebih santun, lebih jujur, lebih ke dalam diri daripada ke luar. Mereka tidak sibuk tentang apa, tapi lebih sibuk dan menghabiskan waktu bagi diri, bagaimana segala nilai-nilai luhur itu terukir untuk menjadi “siapa” mereka.
Mereka berjumlah sedikit karena mereka mutiara, karena mereka intan berlian, dan di antara yang sedikit itu adalah kamu. Ya, kamu sahabat terdekatku.